Thursday, December 4, 2008

Mawar diantara Duri

Samarinda,Desember 2001

Tengah malam setelah mami selesai mengerjakan target pekerjaan mami hari ini selesai, mami lihat-lihat foto lama.Mami nemu foto waktu kami masih ber3 (belum ada Abner&Ajere-red).Foto ini diambil di Rumah Dinas Akung, jl.Arief Rahman Hakim sesaat sebelum akung pindah ke Surabaya.Setelah itu kami 'terpaksa' pindah dari rumah orang tua yang nyaman dan tinggal di rumah gunung yang telah disediakan oleh kantor developer tempat kami bekerja.

Setelah hampir 1 tahun, papi bekerja di developer tersebut dan mami sedang hamil Abner tiba-tiba terjadi ketidak cocokan antara pemilik developer dan papi.Sehingga papi terpaksa berhenti dari pekerjaannya tersebut.Tidak tau mau kemana, kami minta waktu ke perusahaan untuk mencari rumah tinggal lain.Sementara kami mulai melamar pekerjaan kesana kemari baik melalui iklan koran maupun lewat teman-teman.Tapi setelah berbulan-bulan kami melamar tidak ada satupun pekerjaaan yang mau menerima kami terlebih mami dalam keadaan hamil muda dan sedang mual-mualnya.Keuangan kami makin menipis dan fasilitas kami dari perusahaan satu persatu mulai ditarik.Pertama mobil dinas, kemudian listrik rumah dinas yang kami tau perusahaan melakukan itu untuk 'mengusir' kami secara tidak langsung.

Mami menahan malu untuk tetap tinggal di rumah yang sebenarnya juga tidak layak untuk dihuni, karena begitu jauh dari tetangga terdekat berada di atas gunung yang untuk mencapai jalan aspal agak sulit bagi orang yang sedang hamil dan anak-anak.Apalagi kalau sedang atau setelah hujan, licin sekali beberapa kali Aldi kecil terpeleset.Waktu itu karena tidak ada kendaraan sama sekali Aldi pergi sekolah dengan naik angkot yang mana dia harus berjalan kaki sejauh 1km sebelum sampai ke tempat perhentian angkot terdekat.Kadang-kadang Aldi menangis duduk kelelahan di bawah bukit setelah pulang sekolah, untunglah nanny Aldi waktu itu, namanya Suster Hosna (Lord Bless you,Sus!) selalu punya cara untuk membuat Aldi bersemangat lagi. Sus akan memberi hadiah Aldi sekaleng Fanta dingin dari warung terdekat kemudian setelah kalengnya kosong dan Aldi sudah cerah kembali, kaleng Fanta kosong ditendang-tendang sepanjang jalan sampai ke rumah gunung.Hehe!

Makin kehamilan mami membesar, belum ada jawaban satupun pekerjaan yang dapat menerima kami, kami mulai menjual perhiasan, handphone sampai akhirnya kami beli beras dari celengan uang logam Aldi yang seratus-seratus rupiah di botol aqua.Lauknya kami ambil dari hutan-hutan yang ada dibelakang perumahan.Kami ambil pepaya muda buat sayur santan, kangkung di parit-parit (cah kangkung lezat yang pernah mami makan,hehe),daun-daun pakis pokoknya adu kreatif lah dengan apa yang ada.Sampai satu hari mami merasa pengen sekali makan pisang goreng yang harganya seribu rupiah waktu itu, mami bilang sama papi kalo mami udah ngiler banget. Dan mami menyesal sudah bilang itu ke Papi, karena papi langsung marah kecewa dengan hidup.Papi menyesal sudah berangkat ke Samarinda,Papi marah karena Tuhan memberi kehidupan yang begitu pahit dan menyedihkan.Dalam hati mami cuma berdoa supaya Tuhan beri kekuatan sama Papi.Mami tau Papi tidak sungguh-sungguh mengutuki kehidupan yang sudah dia jalani, Papi sedang sedih yang teramat sangat...Mami cuma bisa diam dan ndak berani bilang apa-apa.

Beberapa kali mami sudah berpikir untuk minta bantuan Akung dan Uti, tapi Papi selalu mencegah. Papi mengingatkan sudah terlalu banyak kami merepotkan Akung&Uti dalam urusan keuangan (bisnis kayu yang gagal-red) uang yang dihabiskan juga tidak sedikit.Papi menegaskan kami harus bisa berdiri sendiri dengan tanpa modal alias 0 besar.Dalam kondisi marah, papi pergi keluar rumah berjalan jauuuuh sekali (mami lihat dari tingkat atas rumah) sampai papi terlihat lagi. Mami sudah nggak bisa nangis lagi, karena terlalu khawatir, mami cuma duduk dan berdoa.Mami nggak pernah mengerti darimana kekuatan mami untuk memuji Tuhan,mengucap syukur dan berdoa terus padahal mungkin kalau orang lain yang mengalami ini sudah penuh kepahitan hatinya.Tapi mami tidak pernah putus asa, mami terlalu yakin Tuhan begitu baik untuk mami dan keluarga mami, kalaupun Tuhan memperbolehkan ada pencobaan dalam kehidupan mami itu cuma membuat mami&papi makin kuat dan berserah sama Tuhan.

Tidak berapa lama, papi pulang dengan tersenyum-senyum.Papi memeluk mami, rupanya dia membawa uang 50rb ditangan.Waaaaa!! Mami tertawa serasa sangaaaattttt kaya! Karena berbulan-bulan kami tidak pernah memiliki uang sebanyak itu.Mami tanya uang dari mana, kata papi uang panjar pekerjaan.Mami tanya lagi pekerjaan apa.Papi memandang mami lekat-lekat, aku jadi kuli di pelabuhan,Na...Mami rasanya mau pingsan,Papi yang insinyur dari institut terbaik di negeri ini berkenan bekerja kasar buat keluarganya.Mami cuma bisa menangis dan memeluk Papi,mengusap kepala Papi memberkati Papi.Cuma itu yang bisa mami lakukan, karena untuk melarang papi bekerja itu juga tidak mungkin,kami membutuhkan makan.

Pagi-pagi sekali, papi memakai seragam celana panjang dan kaos bolong-bolong biar kostumnya sesuai dengan profesi barunya.Kemudian papi mencium kening mami&abner yang masih di perut dengan senyum berjalan kaki menuju ke jalan raya.Dari cerita papi mami tau bahwa sepanjang perjalanan dari rumah gunung ke pelabuhan samarinda (12km-red) papi bertemu dengan teman-teman yang menggunakan mobil.Papi berusaha menghentikan kendaraan teman untuk nunut sampai di Pelabuhan, lumayan penghematan energi.Ternyata teman-teman kami itu banyak yang pura-pura tidak lihat dan mempercepat laju kendaraannya.Saat itulah kami baru tau, ternyata ada sebagian teman yang hanya baik diwaktu senang, begitu kami bukan siapa-siapa mereka menengokpun tak mau.Tapi papi tidak patah semangat terus berjalan sampai ke pelabuhan.

Hari pertama papi sampai pulang ke rumah pukul 6 sore, mata papi merah sekali pembulu darah di mata pecah, rupanya walaupun papi termasuk orang yang suka olah raga berat tapi diforsir sepanjang hari mengangkat beras berkarung-karung fisiknya kalah juga. Mami menangis rasanya pengen mandikan papi & pijatin papi supaya capek-capeknya hilang, tapi Papi menolak,katanya : kalau aku insinyur nggak papa kamu manjain aku, kalau kuli nggak layak untuk dibelai-belai tanganmu yang halus. Sedih banget rasanya...Trus waktu makan malam, mami bikin rawon yang dagingnya dibeli dari sebagian uang panjar kerja papi.Karena nggak mampu beli banyak daging rawonnya dipotong kecil-kecil dadu (kebayang nggak anehnya...hehe) mami tawarin papi makan, papi ngajak makan bareng, mami menolak mami bohong bilang kalau mami udah makan, padahal mami puasa seharian karena takut makanan nggak cukup buat papi dan aldi. Tapi papi tau aja kalo mami bohong, papi bilang kalo kamu nggak makan aku juga nggak.Alhasil seperti lagu dangdut deh, sepiring berdua!!

Hari kedua, sekaligus hari gajian maka papi membeli untuk dirumah 1 karung beras (25kg) dipikul sendiri dari pelabuhan (untuk kuli beras didiskon sampai 20%-red). Hari ketiga, papi pulang dengan kecewa karena kapal tidak bisa merapat jadi tidak ada bongkaran. Hari keempat dan kelima papi dapat banyak angkat kayu bengkirai 10/10, karena kayu upahnya lebih banyak dari angkat beras.Wah waktu itu papi bawa uang 125rb,banyaaaakkkk banget rasa mami.Walaupun sedikit-sedikit uang yang kami dapat tiap harinya kami selalu mengucap syukur, tetap saling mencintai dan mendukung.Rupanya Tuhan menganggap ujian yang diberikan sudah cukup dan kami lulus dengan nilai A! hehe... Setelah hari ke5 menjadi kuli, datanglah seorang teman yang meminta papi untuk membantu beliau membangun ruko di pusat kota samarinda.Sejak saat itu tidak putus kami selalu mendapat pekerjaan-pekerjaan konstruksi dan berkembang pekerjaan interior juga kemudian khususnya papi juga menjadi kontraktor untuk pekerjaan di perusahaan tambang batu bara asing.

Rasanya seperti mimpi,setelah selama kehamilan Abner kami tidak pernah memeriksakan diri ke dokter karena tidak ada dana.Tepat waktu persalinan Abner, kami mampu membayar rumah sakit,obat dan dokter terbaik di Samarinda tentunya dengan biaya yang tidak sedikit.Setelah Abner berusia 6 bulan kami sudah mampu membeli rumah di Bumi Sempaja yang kami tempati sekarang ini.Dan puji Tuhan semakin hari usaha kami semakin di berkati. Begitu berharga kehidupan yang Tuhan berikan pada kami, seperti kata-kata bijak di bawah ini :

Sebagian orang menggerutu karena Tuhan menempatkan duri-duri pada mawar-mawar
Sementara sebagian orang lagi memuji Tuhan karena menempatkan mawar-mawar diantara duri

Saya adalah orang yang memuji, Anda?


No comments: