Tuesday, July 15, 2008
Long journey,day 4(lanjutan)-keluarga pardede
Belajar duduk dilantai pakai sarung...
Disuap telur rebus oleh ibu angkat mami...
Yang dipiring itu namanya upa-upa (tumpeng ala Batak-red) nasi+ayam+udang...
suasana waktu makan malam...
Sebelum gelap hari kami segera meninggalkan Batunadua dan kembali ke Hotel di Sipirok, karena mami&papi harus segera bersiap-siap menuju acara di keluarga Pardede didampingi Odang, bou Uli dan bou Sondha. Acara pada malam hari ini, intinya adalah keluarga Siregar (pihak Papi) meminta keluarga Pardede untuk mengangkat mami sebagai anak,karena secara adat Batak kalau mami nggak punya marga, di kemudian hari seandainya anak-anak mami mau melaksanakan kewajiban adat maka tidak akan lengkap.Oleh karena itu dengan suka hati mami menjalani 'takdir' menjadi boru(anak perempuan-red) Pardede.
Sebagai orang yang bukan Batak, menjadi anak angkat keluarga lain, selain keluarga sendiri rasanya janggal.Belum lagi sebenarnya diantara anak-anak pak Mudjiaman bahkan mungkin diantara keluarga besar segenerasi, mami adalah yang paling 'jawa'. Mami banyak belajar budaya dan filsafat jawa serius (apalagi mami pernah jadi Ning Surabaya tahun 2001),termasuk upacara seremonial jawa dari ritual kelahiran bayi, akil balik dan pernikahan. Lha kok ndilalah, mami malah 'gagal' menerapkan 'kejawaan' pada kehidupan mami sendiri.hehe...
Tapi mami teringat nasihat Opa Bupati (Pakde Manahampi) : Lebih baik berlebih dari pada kurang... artinya: lebih baik mami jadi orang Batak yang 'Batak' sekaligus orang Jawa yang 'Jawa' daripada tidak sama sekali.Yup! Pakde Manahampi memang udah menjalankan peran tersebut dengan sukses, jadi orang Sangir sekaligus Jawa...buktinya beliau happy banget tuh kalau dipanggil Pakde serta berbahasa bilingual (jawa-sangir...hehe).Mengenal 2 budaya yang berbeda membuat mami merasa lebih kaya...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment