Keluarga JDHS siap berperahu karet, November 2008
Patroli keliling komplek perumahan
Patroli keliling komplek perumahan
Pak Jimmy (paling belakang) merelakan truknya mengevakuasi korban banjir
Gank MK 24 mau mengangkut barang-barang tetangga yang kebanjiran
Setelah banjir 2 minggu kemarin, kami sudah sangat yakin nggak akan mungkin lagi lebih parah.Tetangga-tetangga yang sempat mengungsi juga sudah kembali menjalankan aktifitasnya termasuk menjemur dan membersihkan perabot rumah tangga yang terkena banjir.Ternyata kali ini banjir lebih mengerikan, bagaimana tidak hujan deras yang berlangsung 1 hari 1 malam ditambah pasang sungai mahakam membuat kecepatan air naik di jalan depan rumah dalam 1 malam menjadi 50cm dan makin bertambah dengan cepat.
Mami waktu kejadian naiknya air itu sedang nongkrong di Sabindo untuk farewell dengan salah satu adik teman mami yang akan berangkat ke Qatar, tiba-tiba mami mendapat telp dari asisten di rumah bahwa air di jalan sudah mendekati 60 cm dan terus naik.Mami segera pulang dan pertama-tama segera mengganjal mobil Jazz mami dengan kayu 15 cm.Nggak tau kenapa kami feeling aja ada yang nggak beres dengan hujan ini.Belum lagi kami melanjutkan pengganjalan ke Escape dengan kayu yang sama, mami mendapat telp salah satu teman yang menangis histeris karena rumah sudah terendam hampir selutut padahal teman mami itu baru saja datang dari luar kota sehingga tidak sempat menaikkan barang-barangnya.Apalagi perumahan mami tinggal bukan merupakan daerah banjir.
Air makin tinggi hingga tengah malam mencapai 80cm di jalan depan rumah, supir dan ranger kami menjadi andalan teman-teman yang mengungsi. Ada teman yang pindah ke rumah orang tuanya, ada yang ke rumah teman yang tidak kemasukan air, ada juga yang menuju hotel.FYI, semua hotel di samarinda ternyata langsung penuh karena ternyata banjir ini melanda seluruh kota. Listrik PLN segera padam untuk menghindari arus pendek dan bahaya kesetrum ( 2 minggu lalu, ada anak SMP yang meninggal karena pegang tiang traffic light waktu banjir tinggi).Apesnya genset kami kebetulan sedang di service, jadi kami tidak ada cadangan listrik sama sekali.Anak-anak tidur malam dengan mimpi buruk, ditengah bunyi pompa alkon yang berisik (papi tetap berjaga-jaga mengeluarkan air dari kolam renang yang belum selesai di cor, air keluar dari tanah-red) dan udara malam yang panas dan lembab.Kebetulan uti sedang menengok cucu di samarinda, jadi uti ikut merasakan bagaimana parahnya kondisi kami.
Esok harinya, kami saling kontak dengan teman-teman satu MK untuk membagi-bagi makanan (nasi bungkus) di daerah-daerah yang lebih parah lagi kondisinya dari perumahan kami. Seperti di kampung belakang komplek rumah, banjir sudah sampai 1m lebih.Atau di Jalan Pemuda yang mana penduduk sudah 'bersembunyi' di atas plafond rumahnya tanpa air bersih dan makanan yang layak.Para Bapak mendayung perahu karet gereja membagikan makanan dan tentu doa untuk semua yang terkena musibah.Mami mendengar cerita papi, banyak bayi dan balita yang menggigil kedinginan minta makan pada orang tuanya tapi memang tidak ada.Rasanya kalo orang yang di komplek perumahan mami masih mengeluh karena Bed set Cellininya terendam banjir dan bersungut-sungut pindah ke hotel bintang 4, mami rasa mereka tidak bersyukur dengan apa yang sudah diterimanya ya...Selain membagi nasi di lokasi yang lebih parah, kami juga mengevakuasi tetangga-tetangga yang mau pindahkan barang dengan truk (kebetulan teman-teman MK ada pengusaha dengan beberapa truk yang bisa dimobilisasi untuk mengevakuasi-red).
Listrik PLN masih mati sampai hari ke3, semua handphone kami habis baterai.Genset kami pun belum bisa diambil dari tempat service.Untunglah ada saja sahabat-sahabat kami yang dengan menembus banjir membawakan telp untuk disambungkan ke telp rumah.Baru kami bisa menghubungi keluarga di Surabaya,jakarta,Medan,Pekanbaru yang tentunya sudah panik karena tidak bisa menghubungi sejak 2 hari lalu.Karena listrik mati berhari-hari bahan makanan di koelkast juga mulai membusuk, kami segera memasak makanan itu semua untuk dibagi-bagikan dengan tukang-tukang mami yang juga tidak bisa bekerja selama banjir.Untunglah sahabat-sahabat kami yang daerah rumahnya di gunung dan tidak terkena banjir, membawakan makanan hangat sup& sambel goreng tempe.Waaa...serasa masakan resto bintang 5 deh....hehe.Apakah keluarga JDHS berduka karena banjir?Hmm,tidak juga...anak-anak happy karena tidak perlu masuk sekolah dan mereka boleh ikut papi&pak RT yang keliling komplek meronda dengan perahu karet (100% kawasan perumahan kami terendam banjir,80% mengungsi.Kami takut ada orang-orang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi sepi ini-red)
Akhirnya air di hari ke4 makin surut, kunjungan sahabat juga masih ada, tapi kali ini berbeda mereka sekeluarga ingin 'meninjau' bagaimana rasanya berbanjir-banjir mengingat rumah mereka kering kerontang tidak tersentuh air.Oalah!hehe...Hari ke-5 air benar-benar surut di depan rumah, kami menelpon PLN untuk menyalakan kembali listrik dan kami berbenah untuk kembali beraktifitas normal.Oya,hari ini papi&teman-teman masih membagikan obat-obatan untuk korban banjir.Terutama obat gatal-gatal!Mereka menerimanya dengan mata berseri-seri...Ah,ternyata dengan banjir kami 'mendapat' lebih banyak hal.Terimakasih Tuhan untuk berkatmu.
Tapi mami tetap 'tidak terima' dengan kondisi ini, mami rasa pasti ada cara samarinda tidak terendam air.Meskipun memang isu pemanasan global dan pembangunan perumahan mewah yang gila-gilaan di samarinda merupakan salah dua yang memacu banjir makin kerap di sini.Mami berandai-andai jika sungai Mahakam bisa diperdalam (dikeruk-red) setelah pendangkalan sekian puluh tahun berlalu apakah air hujan kota ini bisa mengalir cepat ke sungai utama? Kabarnya kota-kota di sepanjang sungai barito sudah tidak banjir lagi setelah sungai tersebut diperdalam. Kemudian anggaran pengerukan sungai yang tidak murah (diperkirakan hingga 2T lebih) apakah tidak bisa diambilkan dari anggaran dana pembangunan bandara sungai siring samarinda yang prestisius itu.Mami dengar sih anggarannya sampai 4T, sedangkan sampai hari ini sudah habis 1,2T masih dorong-dorong tanah aja.Apa tidak lebih baik anggaran itu dipergunakan untuk proyek yang lebih merakyat tidak untuk golongan tertentu saja yang akan terbang dengan pesawat udara? Mami berpikir untuk mengumpulkan tanda tangan korban banjir yang mencapai puluhan ribu orang untuk mendesak pemerintah daerah menyelesaikan masalah banjir dengan memperdalam sungai. Hmmm mungkin nggak ya?? ...(papi udah geleng-geleng aja, katanya mami lebih cocok jadi anggota dewan!hahaha)
No comments:
Post a Comment